Lingkungan Informasi

Seharusnya sebuah artikel minimal terbit malam ini. Walau seberanya bukan sebuah keharusan juga, tapi janji pada diri sendiri memang gampang sekali diingkari. Kompromi pada keadaan dan rasa malas dan alasan yang diciptakan bersekongkol untuk menunda pekerjaan. Tapi mau bagaimana lagi, kata "terlanjur" telah akrab dan improvisasi menjadi tuntutan. Sebuah esai, seburuk apapun, mesti hadir malam ini juga.
Paragraf di atas terkesan mengada-ada, dan memang demikian adanya. Semata saya hadirkan untuk menambah jumlah kata agar tulisan ini, secara keseluruhan, tampak seperti esai. Nah, sekarang mari masuk ke pembahasan. Dalam artikel mengenai definisi, yang menjelaskan bagaimana pemaknaan individu atas dirinya, disinggung pula bahwa lingkungan seringkali bersifat deterministik pada pembentukan karakter seseorang. Saya kira benar juga jika berkata lingkungan punya peran dalam membangun persepsi dan perspektif seseorang.
Kejadian dan peristiwa yang ia alami di lingkungannya, menjadi bagian dari pengalaman, yang kemudian menjadi bahan pembelajaran dan aspek penentu keputusan. Pertimbangan yang matang akan diperkokoh dengan pengalaman yang menjadi pondasi keputusan yang diambil. Pengalaman ini memberi gambaran yang lebih aktual akan cara kerja hukum alam semisal sebab akibat, dan juga memberi sudut pandang baru yang terkadang luput dari jangkauannya. Dari sini terlihat, walau secara kasar, bagaimana lingkungan turut berperan membentuk persepsi dan perspektif dalam diri seseorang.
Terkadang lingkungan juga membentuk paradigma yang rusak ketika ia muncul dari pengalaman yang buruk, atau ketidakmampuan individu mengolah informasi tersebut. Maka sejatinya pengalaman juga sebuah bentuk informasi, yang diterima lalu diproses oleh diri manusia untuk kemudian ia menfaatkan sesuai keputusannya. Lingkungan sebagai penyuplai informasi tak selalu menyediakan input positif. Oleh sebab itu, sebagaimana layaknya bentuk informasi lain, ia perlu dipahami dengan benar agar kekeliruan tidak mencemari paradigma seseorang.
Maka kaidah berpikir logis, atau dalam istilah keilmuan islam disebut mantiq, menjadi penting sebagai kerangka dasar bagaimana interaksi terhadap lingkungan ditepat-gunakan. Kaidah inilah yang mengolah informasi dan pengalaman dengan mekanisme yang tepat, sehingga nantinya persepsi dan perspektif yang terbentuk terhindar dari kerancuan dan cacat pikir. Terkadang kaidah ini harus dipelajari secara khusus, agar individu tersebut paham bagaimana merangkai informasi dan menempatkannya.
Menyambut ajang kontestasi politik di negara kita, misalnya, akan ada banyak kabar dan tanggapan yang berseliweran secara masif. Ini adalah contoh sebentuk lingkungan yang memungkinkan seseorang menciptakan paradigma yang bobrok. Jika ia tercemplung dalam perdebatan isu politik tanpa kemampuan menyaring dan mengolah informasi, ia hanya akan terombang-ambing dan remuk dihantam gelombang. Bahkan terkadang, orang dengan nalar yang baik, bisa saja tercemari karena isu politik seringkali mengandung rupa-rupa muslihat. Bukan dari isu itu sendiri, melainkan intelektual yang turut memperkeruh pembahasan isu. Jadi saran saya, anda harus tahu diri untuk menilai apakah anda layak dan perlu untuk terjun ke pergulatan informasi ini atau tidak? Jika tidak, sebaiknya masa hidup yang singkat ini dihabiskan untuk berbenah diri saja.
Kenapa saya sampai ke isu politik? Sepertinya saya melantur terlalu jauh. Jadi, ya, mari kita sudahi saja pembahasan ngalor-ngidul ini, dan anggap saja ia adalah sebongkah esai yang menyandung perjalanan anda di dunia maya. Selamat malam.

Tayang pertama kali di Madrasah Rasa

Komentar