Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2016

Waktu yang Sempit dan Sedikit

Sebetulnya, sejak kemarin2, berminggu2 kemarin, saya berniat ingin mengisi blog ini dengan apa yang menurut teman pak AS Laksana adalah kebahagiaan yang bisa mendatangkan rezeki. Sayang sekali, rasa kantuk saya ternyata lebih perkasa dan ia menggagahi i'tikad menulis sebelum tidur yang saya canangkan sejak lama. Oleh sebab itu, agar blog ini tidak terkesan tidak terurus, malam ini saya akan berbagi oleh2 sepulang ngaji: Makhluk yang banyak digunakan sandaran bersumpah (muqsam bih) dalam al-Qur'an salah satunya waktu. Misal: [wal-layli idza yaghsya, wan-nahari idza tajalla; wad-dhuha; wal-'ashr; was-shubhi; dsb.]. Mengisyaratkan bahwa manusia harus memperhatikan waktu. Sebagaimana dawuh Imam Ghazali dalam Bidayah al-Hidayah. Yang terjemahan bebasnya kurang lebih: "Waktumu adalah modal utama yang kau belanjakan (pada amal saleh) untuk memperoleh kebahagiaan akhirat. Ia bagai intan permata yang tak ternilai harganya. Maka ketika kau melewatkannya, tak ada yang bisa me

Mawar Baru

Di antara cecabang ingatan yang rimbun dalam pikiran Mekar mawar baru di atas luka lama yang menganga Aku cemas pada duri di tangkainya yang limbung terpapar angin Cemas bila suatu ketika aromanya menggores luka Seperti bau hujan dan wangi kain pakaianmu yang senantiasa menggiring ingatanku Pada apa yang susah payah kutahan Dan namamu yang dengan malu-malu kusematkan di ujung doaku

Cuaca Hujanmu

Aku gemar menebakmu seperti aku menduga cuaca Senang saja menanti matahari yang terselip di sela mendung Aku tahu bahwa sebetulnya semua awan kelabu hanyalah bentuk lain punggung tanganmu Maka hujan berarti derai telapakmu yang basah membelai tanah Sungaiku adalah anak-anak tanpa muara Tanpa hulu hanya menghimpun hujan Rindu yang bertubi-tubi mengutus tanya . . . . . Ditulis di sela pelajaran. Mengeja kesempatan, seperti menggapaimu di balik tirai-tirai hujan

Merepotkanmu

Aku menaruh cemas di sedekapmu Lenganmu yang lunglai kedinginan Tanpa pernah dapat kuhangatkan Pada gigil gemetar tidur lelapmu Yang tak pernah sanggup kugapai Aku benci merepotkanmu Membuatmu tahu jika aku mencintaimu Tentu akan banyak menumpahkan beban di kedua pundakmu Aku benci menyusahkanmu Memberi tahu padamu bahwa aku selalu merindumu Pasti senantiasa membubuhkan garis hitam di kedua matamu Sebab kelelahanmu ikut menanggung perasaan Maka biar kutanggung sendiri Karena sebenarnya aku paham betul Mencintaimu adalah kesanggupanku Berbicara pada kebisuan Melihat pada kegelapan Mendengar kesunyian Mencium endap aroma malam Maka sekarang berkemaslah, istirahat Barangkali esok kau harus berpagi-pagi menuju harapan Nanti biar aku mengantarmu sambil menitip salam Dan sekotak tangis buat bekal di perjalanan

Awan Malam

Aku hanya serambi sunyi yang kehilangan tiang tiang cahaya Tepat menghunjam ujung petala malam Langit legam yang gelap dosa Kuminta kau mengirim badai Seberkas gelegar menyala di rahim awan kelabu Abai pada pertanda riuhmu aku tetap bergeming Menanti hujan menyanyikan pilu Setega itu aku membunuh waktu Menatapmu yang susah payah menahan hujan Agar tak lagi jatuh di dahan yang gugur Pada kerinduanmu aku mengikat suara Sepasang langkah pada titian masa