Salah satu problem yang diderita oleh sebagian besar sekolah di Indonesia adalah gagalnya mereka dalam membuat anak didiknya gemar membaca. Baru saja saya baca keluhan dari seorang wali murid sekaligus penulis favorit saya bahwa ia menyekolahkan anaknya atas dasar harapan maksimal yang bisa ia gantungkan kepada sekolah: menjadikan anaknya pandai menyampaikan sesuatu, berkata tidak kepada hal hal yang tidak disenanginya, memiliki keterampilan dalam mengerjakan sesuatu yang ia senangi, tahu cara membangkitkan diri saat ia melemah, dan lain lain. Namun beliau menyadari bahwa sekolah tidak bisa memenuhi harapan tersebut. Lalu beliau menurunkan harapannya ke tingkat minimal: menjadikan anaknya mencintai buku. Namun ternyata sekolah juga gagal dalam hal ini. Jika terus demikian, maka pupuslah harapan para marhaenis yang memimpikan bahwa sekolah bisa mencetak anak didik berkepedulian tinggi dan mencintai fakir miskin. Jangankan mencintai golongan lemah, membuat anak didik mereka gemar menul