Status WA dan Jeda Kebisingan

Saya percaya akan adanya dinamika yang bergolak dalam diri manusia. Perubahan yang senantiasa ia alami, bisa jadi menggeser sudut pandangnya. Dan oleh sebab itu, pemahamannya atas sesuatu di satu waktu bisa berbeda di waktu lain. Kita tahu, persepsi dan perspektif adalah salah dua yang memengaruhi tindakan seseorang.

Sekali waktu, saya memaknai "status whatsapp" sebagai penanda eksistensi saya. Alat untuk mengabarkan bahwa saya ada, unik, dan layak diperhatikan. Kemudian atas dasar itulah saya mengunggah bermacam status. Sebagai tambahan, saya ini orang yang payah dalam interaksi sosial. Saya buruk dalam membangun percakapan, dan sebab itu, lebih menyukai tulisan sebagai sarana untuk menyuarakan gagasan. Saya seorang penakut, tapi di sisi lain, saya juga menginginkan pengakuan atas eksistensi saya. Seorang penakut, anda tahu, lebih suka berbicara sambil menyembunyikan muka. Dan di saat yang sama saya juga cemas, jika keberadaan saya bakal tenggelam di tengah dunia yang riuh ini. Maka, "status whatsapp" jadi salah satu pilihan ideal.

Hanya saja, seiring berjalannya waktu, pemahaman saya atas status tadi berkembang. Saya mulai menyadari keberadaan orang lain dan reaksi-reaksi mereka. Setiap mengunggah status, saya mulai memikirkan bagaimana tanggapan orang lain? Apakah mereka terganggu? Apa mereka memedulikannya? Dan seterusnya. Saya juga mulai haus pada atensi dan apresiasi atas status-status saya. Tentu saja, saya masih seorang penakut yang sama. Dan oleh karena itu, saya makin ribut berkicau lewat status, tanpa keberanian untuk berbicara langsung.

Namun kita sadar manusia juga punya batasan, dan saat mencapai batas, ia akan merasa lelah. Saya mulai lelah melihat diri sendiri mengejar perhatian orang lain. Seolah menghabiskan energi untuk sesuatu yang percuma. Lalu saya rehat dan teringat satu pertanyaan retorik: Saat semua orang ingin berbicara, lalu siapa yang sudi mendengar?

Mungkin sebab itu kesunyian diciptakan. Ia ada sebagai tempat beristirahat dari dunia yang ramai tanpa jeda. Sebagai tempat untuk merenungi perilaku kita. Selamat malam.

Komentar