Postingan

kamu dalam bus

Gambar
di dalam bus kota ini berdesakan banyak orang, salah satunya aku di dalam kepalaku ini berkelintaran banyak hal, semua tentang kamu

Transkrip Bincang Santai Bersama MQS di Wisma Nusantara, 29 Januari 2020

Gambar
Unduh salinan teks (.pdf): Gdrive Mediafire Unduh file suara (.3gpp): Gdrive Mediafire _____-=-_____ Bincang Santai Bersama Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, MA Saya, tentu saja, kalau kembali ke Mesir bernostalgia. Banyak hal yang muncul dalam benak saya, salah satu di antaranya saya dengar jumlahnya [mahasiswa indonesia] sudah delapan ribu lebih? Di masa saya dulu seratus orang atau kurang, itu tahun 1958. Sewaktu itu, salah seorang dosen di al-Azhar ketika dia mengetahui bahwa sudah ada seratus orang dari Indonesia yang belajar di sini, beliau berkata begini, “Syekh Muhammad Abduh pernah berkata, ’Berikan pada saya sepuluh orang untuk saya didik, sepuluh orang itu cukup untuk mengubah dunia.’” Nah, kalau delapan ribu ini luar biasa ya? [“Mengubah dunia akhirat,” timpal Pak Aji yang langsung disambut tawa hadirin.] Itu yang pertama. Tentu saja ada syarat-syarat yang diperlukan untuk itu. Yang pertama, saya ingin mengemukakan kembali ucapan seseorang. Di pembaringan

Mata Air yang Membasuh Kejombloan

Ada satu tantangan menarik untuk menulis komedi tapi tidak dalam bahasa keseharian. Maksudnya, komedi dalam bentuk semacam set up dan punchline stand up, tetapi memakai bahasa yang, bisa dibilang, sedikit lebih baku. Saya tertarik mencobanya dan mungkin kita lihat, apa saya bisa melakukannnya? Jadi untuk berhasil menaklukkan tangangan itu, tentu mesti dipahami seperti apa model penulisannya dan teknik yang lazim dipakai dalam stand up comedy. Rasanya terlalu malas untuk menjabarkannya. Hahaha. Padahal, ini cuma alasan karena sebetulnya saya juga tak paham apa yang saya bicarakan. Baik, daripada saya mengoceh tidak jelas, saya sampaikan kepada anda, yang mungkin sedang tidak libur atau mungkin sedang liburan tapi cuma tiduran sambil mengusap-usap layar gawai, bahwa kemarin kami telah mengunjungi mata air di daerah Jabal Mukattam. Puji Tuhan, tidak ada yang tenggelam, karena airnya memang cuma sedangkal dada, dan rasa kasihan kepada Masisir kalau uang mereka habis demi donasi kepulanga

Ke Mana Alasan Membawa Saya?

Untuk tahu obat apa yang sesuai bagi penyakit, dibutuhkan diagnosa yang tepat. Dan untuk menentukan suatu diagnosa, simptom yang muncul mesti dianalisis dan ditelusuri mana akarnya. Dengan menulis kita akan melakukan kerja pikiran yang tertata dan itu membantu proses analisa suatu problem. Ketika akar masalah menjadi terang, maka penanganan yang tepat bisa dilakukan apabila bebas hambatan. Maka untuk mencari tahu kenapa saya gemar menunda pekerjaan, saya mesti meneliti alasan yang biasa saya kambing hitamkan. Kadang saya bergantung pada orang lain. Saya pernah mengalami fase ketika kepercayaan saya pada orang lain lebih tipis ketimbang sehelai rambut. Tapi perlahan saya mulai membuka diri dan menaruh kepercayaan pada orang lain. Namun kemudian, karena ada orang yang tangkas dalam menangani berbagai urusan, dan entah karena kebetulan macam apa ia bekerja bersama saya, timbul ketergantungan dalam diri saya pada orang itu. Kecenderungan untuk membebankan tanggung jawab pada orang lain bi

Nanti Saja

Dalam ruang gelap lepas tengah malam, saya mulai menulis pelan-pelan, tanpa maksud lain kecuali melatih kelenturan jari dan memantapkan teknik-teknik dasar. Tekad yang saya susun mungkin tak terlalu bulat, seperti bola yang kempes anginnya. Tapi untuk konsisten menulis dan menerbitkan sesuatu kita tak mesti menunggu tekad yang sekukuh tiang listrik. Kita bisa memulai dari hal yang sederhana seperti berusaha menulis cepat dan melatih pikiran agar ia mampu bekerja lekas dan lepas. Saat menulis ini sebenarnya ada tugas yang terbengkalai dan ia menunggu untuk dituntaskan. Tapi saya tak pernah punya tekad kukuh dalam hal apapun. Segala hal terasa gamang dan abstrak. Seperti lamunan yang lepas di balik jendela saat menaiki angkutan umum. Tertiup angin sore dan terbasuh semburat senja. Keputusan yang diambil dari angin lalu menjelma jadi keinginan yang tak bisa digenggam. Saya ingin menyelesaikan ini itu dan lain lain, tapi seperti menikmati waktu yang terbuang untuk melarikan diri dari tang
dengan tenang dan hening/ dengan riuh dan bising/ dengan derana dan air mata/ dengan tawa dan suka cita/ entah rumit entah sederhana/ meski ingkar walau percaya/ kita sepasang kata/ bertarung beradu berlawan berbisik gemersik mengusik suasana yang hening dalam benak benak bening tanpa noda, senyap dalam doa.

Sekadar Ucapan Selamat Berpuasa

Andai Ramadhan bisa digambarkan dalam satu adjektiva, atau ia bisa diwakili satu kata kerja. Apa mungkin bisa kita pakai "puasa?" Tapi dua kata ini maknanya jelas berbeda. Meski Ramadhan tentu akan aneh bila dilalui tanpa berpuasa, makna puasa ini jauh lebih sakral saat ramadhan tiba. Beda dengan Senin-Kamis, 10 Muharam, Daud, atau yang lainnya, Ramadhan seolah mengejawantahkan makna penuh dari puasa yang sesungguhnya. Jadi ketimbang mengucapkan "Selamat menunaikan ibadah puasa," rasanya lebih asik jika berkata "Selamat ber-Ramadhan dengan gembira!"